Tags

, ,

Ilustrasi. (sumber: thestar.com)

Ilustrasi. (sumber: thestar.com)

Judul tulisan ini bukanlah judul sebuah lagu, tetapi mengenai sudut segitiga yang mewakili tiga entitas yang ada dalam kehidupan masa kini dalam kampus. Profesor adalah penguasa dan pelaku utama dalam mengarahkan belajar para muridnya, Facebook adalah media sosial kekinian yang menguasai jam kehidupan, sedangkan “aku” adalah korban keduanya… 😀

Dalam banyak kasus dan tempat, sebutan profesor dapat diganti dengan dosen atau guru atau asdos (asisten dosen) atau apalah. Yang pasti “profesor” mempunyai kekuatan sekaligus kekuasaan terhadap siswanya sepanjang ia ada kaitannya, baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung adalah saat mana murid diajar oleh sang profesor pada mata kuliah tertentu. Sedangkan secara tak langsung saat mana sang profesor menjadi komite studi atau pembimbing disertasi/thesis sang siswa.

Saya beruntung mempunyai banyak profesor, dan tiga diantaranya adalah yang akan saya ceritakan berikut ini. Masing-masing dari ketiganya mempunyai kekuasaan terhadap satu (atau lebih) mata kuliah dan… saya menjadi muridnya langsung pada matkul tersebut… 🙂

Apa hubungannya dengan Facebook?

Hubungannya adalah kedekatan antara ketiga profesor terbsebut pada media sosial ternama ini.

Profesor pertama, sebut saja Prof Mawar, sangat menyukai Facebook. Semua siswa sangat disarankan mempunyai akun Facebook. Ohya, di kampus saya tidak semua orang suka bermain Facebook jadi tidak semua mempunyai akun medsos tersebut. Tetapi prof Mawar sangat menganjurkan siswa matkulnya memiliki akun ini. Anjuran bukanlah keharusan, tetapi lebih banyak diartikan sebagai keharusan, maka kami semua pun “harus” punya akun… 😀

Prof Mawar memasukkan kami semua dalam sebuah group yang dipimpin olehnya langsung. Tidak hanya siswa tetapi juga asistennya dan satu-dua dosen dimasukkan dalam group tersebut. Prof Mawar melontarkan isu-isu terkini melalui taut yang di-posting pada group, dan kami dianjurkan untuk aktif memberi komentar. Artinya adalah kami harus berkomentar pada setiap posting-an-nya. Dari sana ia menilai aktivitas kami. Tak jarang kami ditugaskan melalui perintah pada postingan di group tersebut. Ohya, group ini di-set sedemikian rupa sehingga hanya anggota saja yang bisa melihat isinya.

Maka kami semua berusaha aktif ber-facebook-ria terutama terkait dengan group mata kuliah tersebut. Sebagai pemain media sosial saya asik-asik aja… 😀

Sekarang bagaimana dengan profesor kedua, sebut saja Prof Melati. Sang Prof Melati adalah pemain Facebook juga, ia mempunyai akun Facebook dan sudah lama bermain disitu walau tingkat aktivitasnya rendah, hal ini terlihat dari postingan atau keterlibatan ia dalam pergaulan medsos ini. Apa yang membedakan ia dengan Prof Mawar?

Profesor Melati tidak percaya bahwa Facebook dapat digunakan sebagai media komunikasi serius. Ia mempunyai bukti bahwa Facebook Page yang ia pernah buat tidak menghasilkan nilai tambah apapun, ini dilihat dari interaksi yang ada pada page tersebut. Ia juga mempunyai kesimpulan bahwa facebook hanya untuk menghabiskan waktu dan seringkali pengguna hanyut didalamnya. Labih banyak waktu tersedot untuk membaca status orang lain daripada membaca jurnal atau artikel lainnya yang ia anggap bagus pada matkulnya.

Prof Melati sangat rajin memarahi kami jika ia tahu bahwa kami sering mem-posting pada Facebook. Lho? Bagaimana ia mengetahui bahwa kami memposting sesuatu? Bisa saja, dia mempunyai friend yang tidak banyak dan (mungkin) nggak pada hobi main Facebook, jadi saat saya atau yang lain posting (atau postingan lama yang muncul kembali) maka akan memenuhi news feed -nya.

Nah kedua Prof ini, si Mawar dan Melati, akan mempunyai dampak yang nggak baik bagi para murid (terutama yang saya rasakan). Saat sang Mawar menginginkan banyak diskusi di Facebook, maka otomatis saya akan membuka Facebook dan tentunya tidak hanya diskusi digroup si Mawar saja, pastilah sambil colek sana-sini dan isi status juga. Akibatnya status yang diposting akan membanjiri news feed si Melati. Nah lhooo..!

Profesor Mawar dan Melati mempunyai akun Facebook dan mempunyai pandangan yang sangat berbeda akan penggunaannya, dan sayalah yang menjadi korban salah tingkah… 😀

Eh ya, lalu bagaimana dengan profesor satu lagi..? Mmm… dia punya akun Facebook walau tidak pernah posting sejak dibuat. Ditengarai akunnya dibuat dan dioperasikan oleh sang istri yang termasuk aktivis Facebook. Saat yang lain bermain Facebook dari ponsel cerdas masing-masing, si beliau ini asik menggunakan ponsel jadul berbentuk flip dan layar monokrom, hanya untuk telepon atau kirim SMS saja.

Mungkin ini bisa jadi cerita asik dengan judul Three Professors and a poor student… atau dibuat sinetron “Antara Profesor, Facebook, dan Aku” 😀

Demikian…

*/: )